Sabtu, 17 Mei 2014

Tak apa aku tak cantik,

Surat dunia.

"Besar keinginanku untuk bertemu putraku di ponpes. Awalnya aku ragu untuk pergi bersama temanku yg sudah lama tak aku jumpai, tapi tak apa. Demi kamu..."

Selamat siang cinta yg sejati. Izinkanlah aku menulis kisah lagi tentang perempuan yg telah disebut "ibu". Hari ini aku dibukakan lagi soal kesetiaan mencintai seseorang. Beberapa hari yang lalu, ada rindu yg membumbung tinggi dalam hati. Rindu menyiapkan sarapan, menyiapkan baju, perlengkapan sekolah, sepatu, sarung. Ahhh memikirkannya saja buatku selalu ingin bersamanya. Putraku. Sejak satu tahun lalu ia aku titipkan di pondok pesantren yg aku percaya itu terbaik baginya. Satu tahun itu juga aku sering bolak-balik menjenguknya di kala minggu. Meski hari itu aku kuliah, aku sempatkan demi dia, putraku. Awalnya berat, saat aku harus melihatnya hidup kurang normal. Maksudku, tidak seperti anak yg lain yg dapat cinta kasih lengkap. Bukankah seorang anak harus dapat dua cinta terkasihnya? Ibu dan ayahnya. Ku ingat satu wajahnya yg menyendu menatapku. Keraguannya mulai timbul saat aku membicarakan sekolah ponpes untuknya. Aku tahu nak, jika ini memang harus ada yg mengalah.Salah satu dari kita harus mengalah. Aku mengalah memendam rinduku padamu. Dan kamu juga harus mengalah atas rindumu soal hadirku di setiap harimu. Tapi yang ku tahu, putraku anak yg penurut. Ia menganguk setuju untuk sekolah barunya. Dan kini, hanyalah doa yg kuantar selalu padanya. Minggu adalah waktunya untuk menjenguk. Minggu ini aku usahakan ke sana. Suamiku tak bisa mengantar jadi aku pergi sendirian. Untunglah aku bertemu temanku yg sudah lama sekali tak bertemu. Kebetulan destinasi kita sama. Ia mau bersamaku pergi ke ponpes putraku. Aku bersyukur... sangat bersyukur bahwa kita akan segera bertemu. Ucap hatiku. Di perjalanan semua tampak lancar. 

Aku menikmati setiap perjalanan. Namun, dalam hati aku khawatir. Aku pergi tanpa suamiku. Aku meragu saat itu. Adzan berbunyi menandakan waktu zuhur tiba. Aku meminta agar beristirahat dulu dan shalat, namun hanya karena alasan "tanggung". Aku lanjutkan perjalanan. Namun naas, di persimpangan jalan ketika kendaraanku ingin berbelok, rem motornya kurang berfungsi. Alhasil, apa jadinya di sebuah jalan belokan tapi kecepatan masih tinggi. Di tambah temanku yg panik dan menjerit membuatku semakin tidak fokus saja. Alhasil apa yg terjadi? Temanku baik-baik saja. Aku pun hanya terjatuh. Tapi setelah itu yg kurasakan adalah sakit luar biasa di mulutku, di pahaku dan lututku. Ku buka masker yg kukenakan dan kurasakan bau amis mulai menyentuh rongga hidungku. Kucuran darah dari mulutku beserta rontoknya gigi depanku. Ya Rabb.... aku merintih. Rasanya kaku sekali mulutku di gerakan. Aku segera dilarikan ke rumah sakit terdekat untuk mendapat pertolongan.

Beberapa hari setelah itu, aku sering menggunakan masker untuk menutupi luka bengkak di mulutku. Ketika aku tersenyum. Tak ada lagi barisan gigi yg rapat dan rapi. Kini hanya bibir yg membiru dan bekas rontokan gigiku.

Ya Rabb... aku bersyukur aku masih hidup. Aku bersyukur kau hanya merubah parasku. Yg jelas aku ingin putraku tetap bahagia. Meski aku tak seindah dan seenak dipandang seperti dulu. Wajahku tak secantik dulu sayang, tapi aku sayang kamu, putraku. Terimalah aku ini selalu. Bagaimanapun keadaannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar