Surat Dunia.
"Oh Yayang,"
Sambil nunggu tuan putri Vivi nyalon, peraduan cukup di blog aja deh. Spektakuler sekeles.... belajar terus hari ini. Apa lagi kejadian yg satu ini, cekik dot :
Aku dan vivi memutuskan untuk istirahat dan memanjakan tubuh di sebuah salon pinggir jalan yg piiip namanya kami sensor. Vivi yg paling semangat untuk masuk dan memesan paket perawatan.
"Paket lulur badan dan creambathnya 2 ya mba," pintanya.
"Eeeehhh tunggu dulu, aku engga yaa... cuma menemani aja," kataku.
"Serius???"
Aku mengangguk pelan.
"Hmm oke deh,"
Sambil menunggu Vivi siap-siap dirawat jiwanya, ehh maksudnya badannya aku celingak-celinguk ke sekeliling sudut salon. Ada satu anak laki-laki yg tengah memandangi ibunya yg sedang potong rambut. Lalu ada juga sekumpulan ibu-ibu berjajar kayak ikan asin sedang perawatan kuku dengan pembicaraan mereka yg persis infotainment.
"Iya tuh Marshanda cerai," kata seorang ibu.
"Kesian Ben nya'," timpal ibu yg lain.
Dalam hati aku berkata "kesian ayam saya bu, belum makan pizza,"
Mulai rada kacau. Aku tinggalkan soal ibu-ibu tadi. Aku pandangi anak laki-laki tadi. Setelah ibunya selesai potong rambut, ia ingin potong rambut juga dengan menunjuk model yg diinginkan. Tapi yg ia tunjuk adalah model keliting Taylor Swift.
"Selera kita sama de," cetusku dalam hati.
Anak itu keukeuh ingin dipotong rambutnya walau ibunya melarang. Dia tetap menunjuk-nunjuk gambar yg sama dengan kata-kata yg aku sendiri juga tidak paham maksudnya apa. Karena kasian mba salonnya memenuhi permintaannya dengan memotong sedikit rambutnya.
"Nih mba potong yah,"
Si anak senang. Lalu tangannya menunjuk hairdrayer. Maksudnya adalah menggunakan itu.
"Nih mba kasih hairdrayer yahhh,"
Ketika ku lihat wajah anak laki-laki itu, ya Rabb.... aku merintih. Anak itu memiliki keterbelakangan mental. Wajahnya berbeda sekali dengan anak normal. Air liurnya menetes tak terbendung. Komunikasinya pun tak jelas. Aku mendekat ke arahnya. Aku lihat ia dari dekat.
"Kamu siapa namanya?" Tanyaku.
"Yaya," katanya terbata-bata.
Aku tatap wajah ibunya. Ia tersenyum pasi menatap anaknya.
"Ini Yayang, putra pertama saya. Dia agak beda," ucap ibunya.
Kenapa dengan kata "agak beda" itu sangat kelu diucapkan. Tapi inilah Yayang. Dia sempurna di mataku. Bagaimana tidak? Dia paham step by step pemotongan rambut. Dari semprot-semprot hingga hairdrayer. Aku sentuh lembut pipinya. Aku katakan padanya :
"Yayang tos yuk," pintaku.
Ia membalas tos ku.
Ya Rabb... Kau ketuk hatiku lagi. Lewat Yayang yg Kau ciptakan sedikit berbeda dari kami. Yayang, tak apa jika kamu berbeda, kamu sangat sempurna. Amat sangat sempurna di mataku.
Untuk para Bunda, Yayang buat kita sadar bahwa menyanjung sempurna akan keadaan putra-putri kita justru lihat Yayang dulu. Kita akan sangat bersyukur melihat putra-putri kita normal. Yayang itu adalah bukti Allah sangat menyadarkan secara halus.
Bandung,
Nunggu tuan putri nyalon.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar