Selasa, 18 Februari 2014

Aku bisa hidup dimanapun

Surat dunia....

Seraya alam menyiapkan kisahnya dalam balutan sore yg menyenangkan.
Setangkai daun menari diterpa angin lalu bergelayut terbawa suasana sore.
Kali ini aku kisahkan singkong dan keberhasilannya.

Singkong.... aku suka mendengar nama itu. Karena dulu ketika ku kecil daunnya menemaniku bermain. Teringat masa belasan tahun yg lalu, saat aku berandai andai mempunyai kalung emas sungguhan lalu tangkai daun singkonglah yang jadi penggantinya. Tangkai yg bisa dirangkai jadi kalung masa kanak kanakku yg menyenangkan bersama teman lainnya. Lalu 5 jari daunnya yg bisa digunakan untuk bermain kipas kipasan sekaligus mahkota untuk kepala. Sungguh masa dimana sederhana dan alam menjadi satu. Singkong... nama yg kerap ku dengar dan mengingatkan aku pada satu masa yg lalu. Malam itu. Almarhum nenekku tengah duduk di teras rumah menikmati malam yg sepi. Aku datangi beliau dan duduk dipangkuannya, "malam seperti ini enaknya makan apa ya nek?"
Nenek tersenyum lalu berkata,"mintalah kakekmu bakar singkong. Itu nikmat sekali rasanya."
Memang benar adanya. Singkong bakar. Nikmat. Dan kenangan itu yg membuatku semakin rindu. Rindu nenek yg suka sekali dengan singkong. Dan kakek juga yg lebih memilih merebus singkong di hari raya ketibang nikmati nastar yg lezat. Singkong.... lengkap sudah semua hal yg buatku rindu, dan satu hal yg aku ingat tentangmu, sebuah pelajaran yg berharga. Sore itu, seorang wanita paruh baya berkata padaku tentangmu...
"Hiduplah seperti singkong, dimanapun dia ditancapkan, walau kritis sekalipun tetap hidup dan menghidupkan orang banyak"
Aku tertegun meresapi setiap kata yg kudengar. Haruslah seperti itu. Saat kita berada dalam keadaan apapun masih bisa hidup bahkan bertahan untuk hidup bahkan kalau bisa memberi kehidupan bagi yang lain. Sungguh... sempurna semua kebesaran Allah. Dialah maha penyampai firman yg paling mengena dan mendalam dalam hati. Subhanallah....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar