Surat dunia.
Di balik gerobak
"Sekilas aku tersulut emosi, tapi menciut saat aku pahami, inilah kenyataan."
Pagi hari, setelah aku mengantar adikku ke sekolah ada kejadian yg buatku mengelus dada. Jadi inilah ceritanya. Aku melaju dengan kecepatan yg standar. Hanya 20 km/jam karena jalan yg aku lewati adalah jalan perumahan jadi harus hati-hati untuk penaikan kecepatan. Ketika sampai di tikungan, awalnya mulus berbelok, tapi aku refleks menekan rem motor matic-ku karena ada gerobak besar di depan motorku. Hampir saja gerobak itu aku tabrak. Sedikit lagi saja, mungkin bisa terjatuh saya.
"Siapa sih yg dorong gerobak?" Rasa penasaranku.
Karena gerobak itu cukup besar, maka tidak tampak siapa pendorongnya. Lalu menengoklah seorang perempuan di balik gerobak. Iya memastikan tak ada bahaya apapun di depan gerobaknya, meski hampir saja aku menabraknya. Aku langsung menepi ke sisi jalan dan menghindarinya. Seperti yg aku bilang, seorang perempuan mendorong gerobak besar yg isinya adalah aksesoris dan mainan anak. Aku yg tersulut emosi berbalik iba. Tidak hanya itu, ia bersama anak perempuan kisaran 5 tahun yg masih terkantuk-kantuk menemani ibunya.
Ya Rabb... itu seorang ibu bersama anaknya berjualan aksesoris dan mainan. Bukankah cukup di rumah dan menanti nafkah dari suami? Entahlah... aku bersyukur ya Rabb... Kau kirim lagi sosok perempuan rajin dan hebat pagi ini. Dengan gerobak, bukan dengan mewahnya mobil yg meninggikan kesombongan. Terima kasih, aku belajar lagi, soal penerimaan hidup.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar