Kamis, 17 April 2014

Suatu hari, di kotak hati

Surat Inspirasi.

Sore itu, di sebuah sekolah tua. Sekolah yang menjadi start bagiku mengenal pendidikan. SD Negeri Pasirangin 1. Semua tampak sama seperti dulu, seperti 12 tahun yang lalu. Sekolahku tercinta. Tempatku belajar dan berkarya. Masih dengan berteman bersama nostalgia. Saat aku kunjungi salah satu sosok yang menjadi bagian dari masa lalu. Budhe Salim. Wanita ini yang tetap aku sayangi. Meski tak sesering dulu menyapanya setiap pagi, tapi silaturahmi tetap berjalan. Budhe tidak pernah berubah. Dari dulu tetap baik hati menyediakan jajanan bagi anak sekolah. Budhe tetap cerewet seperti dulu. Cerewetnya itu yang menjadi bukti perhatiannya padaku.
sore itu, aku datang ke toko kelontongnya. Aku nikmati jajanan SD seperti tempo dulu. Sambil menemani budhe menjaga tokonya. Topik obrolan kami biasa di awalnya, seputar kabarku, kuliahku, aktivitasku dan all about me. Nasihat demi nasihat mengalir dari kebijaksanaannya. Beliau berpesan untuk tetap kelarkan S1 nya. Itu harapan yang bercahaya.
Kemudian topik bergeser ke soal pendidikan ketika beliau kecil. Dulu untuk sekolah saja masih penuh kecaman. Karena era 60-an masih hangat dengan gerakan G30SPKI dengan para buronannya. Lalu beliau juga menceritakan tentang pendidikan di zaman dulu, untuk pelajaran olahraga saja itu latihan fisiknya seperti para tentara. Bahkan beliau mengikuti sukarela siswa untuk pelatihan persiapan perlawanan perang. Ya ampun. Usia SMP saja sudah matang dengan taktik perang kalau dibanding dengan sekarang, kebanyakan mungkin seusia SMP sudah matang dengan taktik perang status sosial kali ya, status fb, sosmed, perang antar remaja, perebutan eksistensi, perang rebut cinta del el el. Asal jangan perang dunia aja yaa walau sedikit-sedikit sedang menuju kesana. Naydzubillah... jauhkan Ya Rabb.
Pokonya jauh yaa perbedaannya. Jujur saya yg sebagai generasi sekarang malu dan tutup mata saat diceritakan tentang ketekunan dan kegigihan pemuda zaman dulu.
"Generasi sekarang itu lemah. Kuat berjam- jam depan layar tapi kao saat berlari memutar lapangan sekolah untuk pemanasan olahraga," pendapatnya.
Jujur itu mengena sekali ke lubuk hati saya. Yang namanya kenyataan itu yang jujur. Tidak bisa mengelak dan membela diri. Jadi refleksi ke dalam diri sendiri.
"Dulu ibu ke sekolah jalan sejauh 5 km," ucapnya.
Subhanallah. Ucapku dalam hati. Sungguh disiplin orang jadul. Thats way, mereka sukses. Seperti beliau yang sukses menjadi bidadari di rumahnya.
Cerita bergulir lagi ke topik baru. Ini pertanyaanku,
"Budhe ketemu pakdhe gimana ya?"
Budhe langsung tersenyum malu.
"Budhe bertemu pakdhe di pengajian selama 7 tahun menuntut ilmu dan saling cukup tahu masing-masing," jawabnya.
Subhanallah... memang betul, jodoh yang dipertemukan di tempat yang baik itulah yang terbaik. Bertemu dalam balutan ingin belajar dan menambah ilmu untuk bekal dunia akhirat. Inilah kisah dimana orang yang aku sayangi memberiku semangat baru. Bahwa zaman ini sangat mudah tinggal mengedipkan mata semua selesai. Inilah zaman dimana kita harus bisa lewati ujiannya. Karena serba kemudahan itu yang buat kita tidak berdaya dan lupa kalau kita lebih hebat dari yang namanya canggihnya zaman.
Dan kehebatan zaman itu berawal dari perempuan. Yap betul karena perempuan adalah pejuang di belakang layar atas perjuangan suaminya. Dan dari budhe aku belajar arti kesetiaan dan tanggung jawab hingga akhir dalam keadaan apapun di keluarganya. Inilah hidup, bahwa manusia tidak boleh berhenti karena alasan klasik. Bertanggung jawablah hingga akhir.

*Budhe Salim

*Eka Nurwati

2 komentar:

  1. some day ya ka, Aamiin... hehe
    kita ga boleh kalah sama generasi tua ka, jika mereka bergelut akan pengorbanan jiwa dan raga maka kita menjadi "plus" dituntut untuk bergelut mengembangkan kemampuan akal kita dalam menimba ilmu. karena lagi-lagi persaingan hidup menjadi alasan dan alasan hidup untuk bisa memajukan dengan ilmu yang kita peroleh. semangat terus ya ka ^^

    BalasHapus
  2. Beda generasi, beda masa, beda tantangan banget yaa..

    BalasHapus