Rabu, 02 April 2014

Sebatang lidi

Surat dunia

Inget saat zaman SD kelas 4 yang belajar pkn tentang persatuan. Ibarat lidi sebatang lebih mudah patah daripada seikat lidi. Ya coba saja sapu lidi dipatahkan. Sulit.
Di tambah lagi ini curhatan tukang parkir yang semakin geleng geleng dengan sikap individualistis. Ketika semuanya serba ada dan lengkap kadang manusia lupa dengan jabatannya sebagai zoon politicon.
Jadi tukang parkir ini kesal dengan sikap para atasan yg datang dan pergi tanpa kata-kata.
"Maaf ya bukannya ingin ditegur tapi kan saya itu hidup loh. Jadi bisa merespon." Sabar ya pak. Mungkin sibuk.
"Ya sibuk saya juga sibuk jaga kendaraan mereka."
Oh ya ampun iya juga yah. Sama-sama kerja dan bertanggung jawab.
"Susahnya apa sih sosialisasi ke lingkungan?"
Sabar pak. Kata hatiku sambil tersenyum.
Sambil mengatur ritme nafasnya, tukang parkir ini mulai lanjut bicara.
"Ya mau gimana lagi, mungkin saya hanya tukang parkir. Urusan cukup seputar  penitipan kendaraan, sisanya sudah tak ada urusan. Tapi saya berdoa kok. Tetap saya sapa walau mereka tak menjawab. Semoga mereka tetap dapat rezeki yg banyak."
Ya Allah, memang sesakit apapun kata-kata tapi hati tetap selembut kapas. Iya pak setuju betul.
"Semoga yg individualistis mereka segera ingat saudara untuk saling berbagi. Bukan harta saja loh. Berbagi sapaan juga bisa kok."
Aammiin..
Terima kasih ya pak. Saya belajar pelajaran berharga hari ini. Bahwa kita sebagai manusia harus punya banyak saudara. Makin banyak makin tambah kemudahan. Siapa yg tahu masa depan? Susah bisa berganti bahagia atau sebaliknya. Tapi dengan banyak saudara selalu ada pintu yg terbuka untuk kemudahan. Bahwa sendiri memang sepi, bagai sebatang lidi yg rapuh. Tapi bersama itu ramai, ramai berkahnya.

"Orang-orang yg di atas, meliriklah saudara kita yg di bawah. Yang di bawah juga jangan terus-terusan menengadah ke atas. Bersyukur lalu bersaudara."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar