Surat dunia.
"Tak ada yang lebih penting selain membuatmu tenang dan bahagia melihat putrimu baik-baik saja,"
Ayah... aku sedang memikirkan keadaanku sendiri. Bisakah aku tetap kuat tanpa dirimu? Ingatkah saat hampir tengah malam aku duduk di sampingmu untuk menemanimu dalam menata sound system? Saat itu kurasakan betapa harapan sangat bersinar di matamu untukku. Bahwa kau sangat menginginkan putrimu tak sesusah payah dirimu mencari nafkah hingga larut malam. Saat itu kau katakan, "tenang saja.... ada ayah, kalau ada yang buat kamu sedih katakan sama ayah," katamu pelan.
Rasanya bagai ada benteng kuat dalam diriku yang kau bangun dengan perlindunganmu.
Ayah... ingatkah saat aku sering meledekmu bahwa aku akan pergi meninghalkanmu bersama suamiku? Aku lihat wajah yang gelisah dan penuh harap agar putrimu tetap tinggal. Suatu saat aku akan pergi yah. Maaf... bukan aku tak sayang padamu tapi telah aku putuskan untuk mandiri dan belajar bersama keluarga baruku.
Ayah ingatkah saat masa aku sekolah? Betapa kau rajinnya antar aku ke sekolah dan kau katakan bahwa aku harus sekolah di sekolah yang favorit dan bagus. Aku tahu yah kenapa? Agar aku bersama orang-orang yang memberiku jalan menuju kesuksesan.
Ingatkah saat kita bersitegang untuk saling mempertahankan keinginan masing-masing? Saat aku harus pergi ke Bandung untuk melanjutkan sekolahku? Ketika kau ucapkan satu kata, "maaf nak,"
Seketika hatiku hancur yah, bukan karena aku tak jadi pergi kesana namun ayah masih belum mengizinkanku tinggal mandiri karena ayah sangat sayang padaku. Ingatkah ayah saat aku putuskan untuk menanggung sendiri biaya kuliahku? Aku lihat dalam raut wajahmu. Kau pasti ingin mengatakan ini yah, "Ayah saja yang bayar,"
Kau tidak tega jika aku harus bekerja keras untuk biaya kuliahku. Ayah.... maafkan anakmu yang nakal ini. Aku akan berusaha membayar kuliahku sendiri. Doakan saja hingga aku wisuda. Aku akan katakan di depan podium bahwa, "Karena ayahlah aku bisa berjuang sampai saat ini,"
Kado terindah wisuda aku persiapkan untukmu, Ayah. Semoga Allah memberiku umur panjang.
Ayah... saat ini aku banyak merasakan kehidupan dengan pertimbangan perasaanku juga. Ketika aku lihat muridku diantar oleh ayahnya ke sekolah, aku ingat dirimu yah... ayah juga dulu antar aku ke sekolah. Ayah lebih memilih telat kerja daripada aku telat.
Ayah... alhamdulillah... aku sangat bahagia. Jika Allah tanyakan padaku bagaimana kesempatan memiliki ayah sepertimu, aku akan menjawab ,"Aku ingin tetap menggenggam kesempatan itu sampai aku dewasa, sampai aku menikah dan ayah lihat gagahnya suamiku dan tanggung jawabbnya sepertimu, aku ingin tetap meraih kesempatan itu bersamamu hingga aku menua. Hingga kau dipanggil kakek oleh putra-putriku dan hingga nanti aku mati, aku ingin ada di pangkuanmu. Ayah."
Dalam sajadah panjang, aku sebut namamu agar kau bahagia. Dalam kesulitan mencari nafkah kau tetap bahagia. Dalam kelelahan menjalani rutinitasmu kau tetap bahagia. Ayah... kau tahu, aku tuliskan surat ini sebagai tanda bahwa aku bangga padamu. Seandainya nanti putriku lahir, dan dewasa bersama ayahnya yang seindah akhlakmu. Setinggi tekadmu. Semangat karirmu dan sehangat pelukanmu.
Ayah... jaga aku... bersamaku... aku selalu mendoakanmu setelah sujud malamku.
Salam
Eka kecilmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar