Surat Dunia.
Terima kasih saya ucapkan untuk kesempatan membaca buku Rumah Kisah dari Siska Y. Massardi. Salah satu buku yang sederhana bahasanya tapi mendalam maknanya. Berkali-kali saya menitikan air mata dan bertanya dalam diri saya? "sudahkah saya berguna bagi orang lain?"
Berikut ulasan buku Rumah Kisah : Sebuah Kisah Sekolah dari Garasi.
Setiap manusia punya masa kelam masing-masing. Mungkin kata khilaf adalah perumpamaan yang pas untuk mengurangi rasa bersalah kita tapi bukan itu, bukan menyatakan aku khilaf atas perbuatanku tapi aku akan segera mempersiapkan perubahan lebih baik lagi.
Bu Kiska, sapaan akrab dari para muridnya saat ini. Beliau adalah ibu dari 3 orang anak dengan kehidupan yang mapan. Untuk menunjang kehidupan ala ibu kota, suaminya bisa memberikannya. Beliau punya agenda rutin untuk bisa kumpul bersama para sahabat untuk saling pamer harta dan harta. Membahas harta dan harta. Belanja wara wiri dari satu mall ke mall yang lain atau dari satu brand ke brand yang lain. Bukan masalah kalau beliau bisa pergi ke salon dengan biaya yang cukup menguras dompet. Tak apalah.... wajar bagi ibu rumah tangga elit dengan standar seperti Jakarta. Untuk menikmati indahnya hidup dengan merasakan hisapan demi hisapan rokok yang menurutnya adalah wajar bagi ibu-ibu elit kelas Jakarta. Terbayang sudah dari pemaparan di atas. Betapa menyenangkannya bisa difasilitasi suami dengan dimanjakan harta dan harta. Yang mau ini dan itu hanya tinggal gesek kartu dan beres semuanya. Namun diatas semua kekuasaan kita, ada satu tangan yang sepanjang usia kita merangkul bahkan menarik menuju hal perubahan. Yaitu tangan Rabb kita. Berawal dari sebuah training ESQ yang menggetarkan jiwanya. Mengapa? Bagaimana bisa? Harta bukankah sudah cukup ya untuk sekelas ibu kota Jakarta?
Jawabannya adalah "Saya tidak menemukan apa-apa dalam hidup saya, saya jenuh," kata beliau.
ESQ adalah training yang memadukan pengalaman emosional dan spiritual. Awalnya beliau ragu untuk ikut training tersebut, tapi hebatnya kata hati adalah mampu menggoyahkan arti keraguan. Beliau mengikuti 4 hari training dengan baik.
Bukan dengan baik lagi, tapi dengan linangan air mata ketidakberdayaan. Mengapa?
Beliau terhentak saat ada kalimat pertanyaan yang amat sederhana.
"Sudah jadi apa kita sekarang?"
"Mau kemana kita sekarang?"
"Seberapa lama kita akan tetap seperti ini?"
Jujur, saya yang membaca kisah beliau pun menitikan air mata. Sudah benarkah hidupku? Atau ternyata aku masih nol besar membahagiakan Rabbku? Atau ternyata aku masih tidak peduli atas arti diriku untuk lingkunganku? Aku merenung sambil mengingat setiap halaman buku kehidupanku.
ESQ merubah beliau 360 derajat. Salah satu yang membuat dunianya amat sangat terjungkal dari kemewahan adalah saat ia harus mengajari anak-anak dhu'afa di sebuah sekolah. Seperti menemukan berlian dalam jerami, ia mulai paham arti bahagia yang sebenarnya. Menikmati 18 tahun kemewahan dan belajar arti dari kesederhanaan dari anak-anak.
"Entahlah... apa iya Allah sedang berubah wujud jadi anak-anak kecil itu atau saya yang sudah menyerahkan hidup saya pada Allah, saya merasa bahagia. Bahkan kepingan hidup saya sudah saya ketemukan,"
Sejak belajar banyak dari ESQ dan menjadi relawan di sekolah Dhu'afa maka hati kian tergetar. Bukan karena ia masuk ke dunia glamornya tapi karena ada jutaan ide di otaknyq untuk bisa membuat sekolah. Jantungnya berdegup kencang. Dag dag dag... karena apa yang tak ia fikirkan sedikitpun malah jadi hal yang nyata. Sebentar lagi. Bahkan dalam hitungan kedipan mata.
Memang benar adanya, bahwa setiap orang memiliki masa kelam yang akan membawa pembelajaran yang berarti. Setiap manusia memiliki hati yang baik. Sangat baik. Ada sisi kasihan dan keinginan untuk saling membantu. Sama halnya beliau yang memandang sekelilingnya yang masih banyak yang jauh dari kehidupan yang layak. Salah satu yang menggerakan sebuah perubahan adalah dari pendidikan. Maka dari itu beliau ingin menyiapkan pendidikan yang bisa membantu bagi para kaum dhua'afa.
"Entahlah... ini hidayah atau apapun yang saya inginkan adalah menebus semua kelalaian saya sebagai hamba Allah, istri dan ibu untuk anak-anak saya,"
Beliau mulai menabung sedikit demi sedikit untuk membeli perlengkapan sekolah TK. Dari sebuah garasi rumah, satu harapan bangkit kembali. Bahwa semiskin apapun pendapatan, sesusah apapun kehidupan mereka berhak diberikan sekolah dengan standar yang bagus. Tidak bisa dibedakan dengan yang lain.
Itulah semangat beliau yang membuatku tersenyum bangga. Yaa.... tak ada satu sistempun yang boleh mengkastakan umat manusia. Semua sama haknya.
Dan bukanlah perkara mudah untuk bisa mendirikan sekolah bagi para malaikat kecil beliau. Biaya, kultur, sikap, pengajar, fasilitas, dan semua yang tidak bisa asal-asalan diciptakan. Dan tentunya dalam lembar perjalanan sekolah Batutis akan mengajarkan hal-hal luar biasa bagi beliau dan keluarga. Bertemu dengan anak-anak yang semangat sekolah dengan jarak yang jauh, anak-anak yang selalu berebutan ingin di pangku, bertemu anak yang menjadi pemulung membantu orang tuanya, mereka yang broken home, mereka yang tidak terfasilitasi pendidikan dan mereka yang masih punya kemauan yang kuat untuk bisa merasakan artinya sekolah.
Dan inilah satu dari sekian "man jadda wa jadda" Allah-ku yang sedang ditunjukan. Satu semangat telah terbangun untuk bisa memberikan kesempatan bagi semua anak untuk sekolah dan bahagia.
Ya Allah.... jika Kau ridho'i kami
izinkan usia kami adalah ibadah
manfaat dan bahagia.
Didiklah kami dalam keikhlasan dan kesabaran.
Dan hanya Allah satu-satunya penolong kami.
Terima kasih, Bu Siska.... semoga mereka menjadi anak yang berguna.