Jumat, 17 April 2015

Perempuan Inspiratif Indonesia

Surat dunia.
"Seorang perempuan harus cerdas dan berpendidikan tinggi, bukan untuk menyaingi kaum pria tapi untuk melangkah bersama mendidik anak-anak bersama suaminya kelak,"

Karena RA Kartini-lah perempuan Indonesia bisa bersekolah sampai setinggi-tingginya. Karena beliau derajat perempuan Indonesia bisa sama dengan laki-laki.

Dahulu, khususnya masyarakat jawa menganggap perempuan hanya sebagai pendamping hidup kaum adam. Tidak boleh belajar baca tulis, tidak boleh memegang peran di masyarakat. Intinya mereka hanya mengurus suami, anak dan rumah. Walau begitu mereka semua menerima saja ‘nriman’. Tak terpikir pada mereka jika hal itu dibiarkan terus maka akan menjadi kebodohan bagi diri mereka sendiri yang pada akhirnya juga menjadi kebodohan bagi bangsa ini karena wanita adalah tiang negara. Jika cerdas wanita maka cerdas pula negara, tetapi jika bodoh wanita maka bodoh negara. Mengapa bisa begitu? Apa kaitannya. Tentu saja sangat erat, bukankah wanita-lah yang melahirkan dan mendidik generasi penerus bangsa.

Orang tua RA Kartini-pun menganut budaya kolot seperti itu. RA Kartini dilahirkan pada tanggal 21 April 1879 di Jepara Jawa Tengah. RA Kartini adalah anak dari bangsawan Jawa yang bernama Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, bupati Jepara Jawa Tengah yang masih ada keturunan dengan Sri Sultan Hamengkubuwana VI. Sedangkan ibunya bernama M.A.Ngasirah, anak dari pasangan Nyai Hajah Siti Aminah dan Kyai Haji Madirono yang berprofesi sebagai guru agama di Telukawur, Jepara. Berarti Raden Ajeng Kartini adalah keturunan seorang priyayi.

Karena anak dari bangsawan Jawa, RA Kartini diperbolehkan bersekolah di ELS (Europese Lagere School) tetapi hanya sampai usia 12 tahun. Akan tetapi ini tidak berlaku bagi perempuan rakyat biasa. Beruntunglah Kartii bisa berbahasa Belanda, membaca dan menulis.

Saat usia 12 tahun Kartini tidak diperbolehkan lagi bersekolah. Ia harus tinggal dirumah karena harus di pingit. Tetapi Kartini tidak putus asa. Walau di rumah, beliau tetaplah belajar membaca dan menulis. RA Kartini memiliki banyak teman wanita yang berkebangsaan Belanda, salah satunya adalah Rosa Abendanon. Kartini sering berkirim surat dengannya. Dari nyalah Kartini mengerti pola berfikir wanita Belanda yang jauh lebih maju. Kartini juga sering membaca koran, buku dan majalah yang menulis tentang kemajuan berfikir masyarakat Eropa, khususnya perempuan. Dari situlah Kartini mulai berfikir untuk mengangkat derajat kaumnya yaitu perempuan Indonesia, tidak peduli rakyat biasa atau bangsawan. Semua perempuan Indonesia harus sekolah, harus bisa membaca dan menulis sama seperti kaum lelaki.

Selain membaca koran dan majalah, RA Kartini juga sering mengirim tulisannya serta hasil pemikirannya ke majalah tersebut. Banyak tulisan Kartini yang dimuat di surat kabar itu. Kartini juga sering bertukar pikiran dengan teman-teman perempuannya melalui surat. Dan semua temannya mendukung pemikirannya.

Sekolah Kartini

Pada tanggal 12 November 1903 Kartini dinikahkan oleh orangtuanya dengan seorang bupati Rembang yang bernama K.R.M. Adipati Aro Singgih Jojo Adhiningrat. Kartini adalah perempuan yang cerdas. Ia lalu mengutarakan pemikirannya itu ke suaminya untuk mengangkat derajat kaumnya dengan mendirikan sekolah perempuan. Suaminya adalah orang yang bijak. Ia merestui dan mendukung keinginan istrinya.

Sekolah Kartini ini menempati bangunan yang ada di timur pintu gerbang kompleks kantor bupati Rembang, saat ini berfungsi sebagai gedung pramuka. Disanalah Kartini mengumpulkan para wanita sekitar tak terkecuali dari kalangan rakyat biasa. I asendiri yang mengajari mereka membaca dan menulis. Mulai dari mengeja hhuruf, angka sampai bahasa Belanda.

Bagi Kartini mendapatkan pendidikan adalah hak setiap orang, tak peduli pria atau wanita. Tak peduli bangsawan atau rakyat biasa. Khususnya untuk wanita, perempuan adalah calon ibu. Ia nantinya yang akan mendidik anak-anaknya. Jika ibunya bodoh mana mungkin bisa menghasilkan keturunan yang pandai.

Sebenarnya sebelum menikah, Kartini sempat mendapat beasiswa untuk bersekolah ke Belanda. Namun setelah dinasehati oleh Nyonya Abendanon yang merupakan sahabat pena Kartini, akhirnya Kartini memutuskan untuk sekolah di Betawi saja.

Tetapi niat untuk bersekolah di Betawi pun pupus karena ia hendak dinikahkan. Banyak sahabat pena Kartini yang menyesal akan hal itu. Bahkan Kartini pun menuangkan penyesalannya lewat suratnya yang berbunyi "...Singkat dan pendek saja, bahwa saya tiada hendak mempergunakan kesempatan itu lagi, karena saya sudah akan kawin..."

Begitulah Kartini, ia memilih mematuhi orang tuanya untuk dinikahkan. Namun saat setelah menikah dan suaminya mendukung pemikirannya. Kartini menjadi sangat bersyukur. Betul, inilah yang terbaik. Ia bisa terus menyatakan buah pikirannya dengan mendirikan sekolah untuk wanita.

Sayangnya umur RA Kartini tidaklah sepanjang pemikirannya. Pada usia 25 tahun tepatnya pada tanggal 13 September 1904 Kartini meninggal dunia saat melahirkan anak pertama dan terakhirnya yaitu Soesalit Djojoadhiningrat. Jasad Kartini dimakamkan di desa Bulu, Kecamatan Bulu, Rembang Jawa Tengah.

Saat ini Sekolah Kartini tidak hanya di Jawa Tengah saja, melainkan juga di Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon dan daerah-daerah lain di Indonesia.

Setelah RA Kartini meninggal dunia, surat-surat Kartini dikumpulkan dan dibukukan oleh Nyonya Abendanon yang merupakan sahabat pena Kartini. Surat-surat tersebut diberi judul “Door Duisternis tot Licht” yang memiliki makna “Dari Kegelapan Menuju Cahaya” atau habis gelap terbitlah terang.

Semoga kita bisa mengambil pelajaran dari kisah keningratan darj Kartini.

"Keningratan itu dibagi menjadi dua, keningratan hati dan keningratan fikiran,"
Ra. Kartini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar