Catatan broken home
"Ayah udah ga sama aku lagi. Ayah udah ga sama mama, ayah udah jauh banget,"
Sosoknya yang mungil dan cantik mengalahkan dugaanku. Aku gambarkan mereka dalam keluarga yang bahagia. Yang harmonis dan penuh canda tawa. Namun perceraian telah membentangkan jarak di antara mereka. Ayah dengan putrinya. Bahkan tak perlu lagi untuk saling menyembunyikan soal perceraian untuk putrinya, bahwa putri kecil mereka sudah paham bahwa ayah ibunya sudah tak bersama lagi.
Tiara, ia tetap tersenyum ketika ku tanyakan tentang keluarga kecil bahagia. Lalu inilah jawabannya.
"Keluarga itu ada papa, mama dan aku bersama,"
Sambil menggambar sosok papa mamanya. Seperti harapan kecil mulai terpancar.
"Keluarga itu ada dalam satu rumah."
Kalimat terakhir itu yang harus digaris bawahi. Ditebalkan kalau bisa. Tak ada yang ingin perpisahan. Bahkan seorang bayi pun tak ingin berpisah dengan bau ibunya. Tak ada yang menginginkan perpisahan jika pada akhirnya akan saling pergi dan berjauhan. Tak ada yang ingin berpisah jika pada akhirnya ada hati yang merindukan keduanya hadir kembali.
Terima kasih ya Allah.. Kau kirimkan banyak pelajaran penting yang harus aku serap setiap hari tentang menjalani hidup ini. Tentang anak-anak yang butuh dukungan dan tempat berbagi agar saling mencurahkan kesedihan mereka. Berbagi harapan mereka. Dan bahagia bersama mereka. Karena kita tak pernah bisa menerka masa depan mereka. Mereka yang bersedih saat ini bisa jadi adalah presiden negeri ini di masa depan. Mereka yang broken home saat ini bisa jadi adalah seorang pengusaha minyak dunia. Kita tak pernah tahu pasti. Dukung dan arahkan mereka, untuk berkarya dan berbahagia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar