Senin, 17 November 2014

Man Jadda Wa Jadda

Surat dunia.

"Ini menjadi satu dari banyak post blogku yang paling spesial, karena perasaan bahagianya tak kunjung hilang hingga saat ini,"

Man jadda wa jadda. Satu kata yang selalu dipercaya ketika mulai melangkah. Kata yang menjadi titik penerangan dalam keraguan yang memenuhi ruang fikiran. Kata yang isinya penegasan bahwa jika kita mau berusaha maka akan ada jalan. Satu usaha yang tetap akan membuka setiap jalannya. Yang tertutup akan terbuka lebar, yang terbuka lebar akan semakin terbuka. Kata yang kekuatannya ampuh walau dalam hitungan hari.

Mari kita mulai bersyukur bahwa janji mana lagi yang tidak Allah tepati. Minggu, 9 November 2014 waktunya belajar di kampus. Sambil menyelam minum air maka yang aku lakukan adalah selain belajar juga bercerita ke beberapa orang tentang acara 15 November nanti. Pertama aku ragu untuk mengatakannya bahwa ini sangat butuh bantuan dan dukungan teman-teman. Ada perasaan takut bahwa mereka tidak mungkin mau untuk jadi seorang kontributor untuk komunitas kecil. Tapi jika kita belum coba, apa iya kita tahu hasilnya. Aku mencoba, semangat, antusias, PD sejuta umat aku ceritakan semua rencana demi rencana. Dan.... apakah yang aku dapatkan? Uang tunai cash dengan nominal yang lumayan untuk sebuah permulaan mencoba. Dengan suka cita aku berterima kasih untuk semua yang telah membangun rasa percaya ini.

tanggal 10 November saat hujan turun begitu derasnya kami menyusun sebuah konsep acara dan anggaran untuk rencana yang ingin sekali kami laksanakan dari dulu. Deretan susunan acara, hitungan angka, hingga nama-nama kontributor kami bubuhkan di atas kertas untuk memudahkan langkah kami. Nominal diatas satu juta. Kami tahu, bahwa uang yang ada pada kami baru 1/4 dari rencana anggaran. Kami mulai berfikir strategi pertama adalah menghubungi teman-teman kami. BBM, Messager, Whatsapp, semua kami aktifkan untuk memberi kemudahan. Kata demi kata kami susun. Bukan untuk kami Broadcast tapi kami gunakan chat personal. Ada yang merespon cepat namun ada juga yang hanya selintas dibaca. Tak menutup kemungkinan bahwa ketidakyakinan akan muncul perlahan. Hampir chat ku adalah R hijau atau last seen.

Selasa, 11 November setiap akun selalu ditulis kata-kata yang menyemangati. "Man Jadda Wa Jadda" seputar itu. Lebih mirip doa yang selain disampaikan pada Allah juga disandarkan pada akun sosial :D. Tapi bukan berarti kesempatan tertutup. Kami masih berusaha. Hingga kabar gembira datang, ada kontributor yang siap menyumbang uang dan alat tulis sekolah. Bersyukur... terima kasih ya Rabb.

Rabu, 12 November masih penuh harap dan harap. Ingin sekali kirim chat menyapa semua teman-teman untuk meminta kesediaannya menjadi kontributor tapi.... niat itu kami urungkan. Karena cukuplah kemarin kami kirim undangan kontributor. Namun harapan tetap sama nyalanya seperti di awal.

Kamis, 13 November 2014 respon semakin baik. Kontributor semakin bertambah dan bertambah. Mulai simpati dan antusias tanya ini itu. antusias mengajukan diri untuk hadir atau ikut donasi. Bahkan ada yang mengiklankannya untuk daerah Bekasi. Ada yang merespon cepat dari Medan dan Karawang. Semakin percaya bahwa ini akan terlaksana dengan baik. Terlaksana sangat baik. Kami langsung reservasi tempat acara. Dengan uang 200 ribu rupiah di tangan kami jadikan itu sebagai DP. Setelah itu, kami bingung untuk pelunasan. Berharap akan ada kejutan demi kejutan dari teman-teman semua.

Namun senyum dari anak-anak mengalihkan semua kebingungan kami. Mereka yang sangat bahagia saat menerima undangan membuat kami sangat yakin akan terlaksana dengan baik.

"Kami harus bayar ya miss?" Tanya salah satu dari mereka.

"Ini hadiah dan acara untuk kalian," kataku antusias.

Entahlah. Saat itu yang paling buatku sangat bersyukur bisa melangkah menemani mereka hingga saat ini. Mereka yang bahagia.

Jum'at 14 November 2014. Paginya, satu bukti transfer diterima lewat messagerku. Lalu ditambah berita donasi cash lewat temanku. Dan rasanya... ingin tersenyum sendiri. Bahwa kebingungan dalam menutup biaya reservasi tempat sudah terselesaikan. Rasanya tenang.... sangat tenang. Siang harinya, handphoneku berdering. Suara berat terdengar, "Jadi saya harus menyumbang nominal berapa ya ka?"

Aku terdiam. Seperti ada jutaan kesejukan yang mengalir dari fikiran hingga ke hati. Ada satu kontributor yang tidak bisa hadir namun ingin donasi sejumlah uang untuk acara santunan. Ya Allah... ini alur cerita yang mengagumkan.
Setelah pulang dari sekolah, kami berpetualangan menjemput setiap donasi yang sudah disiapkan kontributor. Semua sangat antusias, jauh dari perkiraanku. Kami semakin antusias berpetualang meski jauh. Meski harus sampai malam tapi jumlah yang terkumpul adalah 59 hadiah yang sudah dibungkus rapi dan cantik. Sepanjang jalan, tak henti-hentinya kami bersyukur atas kejutan demi kejutan yang Allah berikan.

Sabtu, 15 November kami berjuang bersama. Melaksanakan acara demi acara. Detik-detik sebelum acara anak-anak belum datang, kontributor pun belum datang. Pihak tempat reservasi menanyakan waktu untuk mulai acara. Kami turun ke lantai dasar untuk menunggu kehadiran semuanya. Dari kejauhan rombongan melambai. Detak jantungku mulai tenang akhirnya. Disusul dengan kedatangan para kontributor yang jumlahnya fantastis. Lebih dari anak-anak dan bunda-bunda mereka. Acara ini sangat berbeda, bunda mereka hadir menemani. Ini yang membuat kebersamaan kami semakin akrab.
Permainan, bernyanyi, dan menari kami lakukan dengan suka cita. Hadiah demi hadiah kami persembahkan untuk mereka yang sangat membanggakan.
Satu sesi yang tak bisa ku tahan air mata adalah saat bunda-bunda mereka mendengar setiap mimpi putra-putrinya. Dengan yakinnya mereka punya mimpi yang mulia.

"Mau jadi kiyayi,"

"Mau jadi guru,"

"Mau buka restoran di Jepang,"

Lalu setiap bunda mengungkapkan kasih sayang mereka dan kebanggaan mereka atas putra-putrinya. Mata seorang bunda yang sedang bahagia atas bakti putrinya mulai berkaca-kaca.

"Iya miss, Novi itu anak penurut. Dengar kata mamanya terus,"

Dan kebersamaan ini kami tutup dengan lagu yang mewakili perasaan kami semua,

"Alhamdulillah, wasyukurillah... bersyukur pada-Mu ya Allah. Kau jadikan kami saudara hilanglah semua perbedaan,"

Dan lagi, aku bersyukur bahwa Allah memperkenalkan kita pada orang-orang yang lebih baik dari kita agar kita bisa belajar lebih baik lagi. Dalam balutan doa, aku ucapkan harapan demi harapan semoga anak-anak sukses dan aku sempat melihatnya.

Hari itu, kami belajar arti sebuah niat, bertahan dan bahagia yang sederhana. Akan ada banyak hari lagi yang akan menanti namun satu hari itu, pada hari itu "kekuatan man jadda wa jadda" mengalirkan rezeki bahkan hingga di detik akhir acara.

Terima kasih ya Rabb.... Kau sangat menyayangi kami.

Sabtu, 15 November 2014
Acara satu tahun kebersamaan belajar bersama anak-anak pemulung sekaligus santunan.
En.

Sabtu, 08 November 2014

Lelah memang,

Surat dunia...

Lelah memang, saat semua keringatmu diperas, tenagamu dimaksimalkan, dan setelah itu kamu diam kehilangan daya. Lelah memang, saat Allah masih ingin kamu berusaha lagi. Lagi. Dan lagi. Tapi Allah jamin setiap keringatmu, tenagamu, kehilangan dayamu, bahkan Allah membalas kebaikan atas sakit setelah usahamu.

"Ini sedang menanam, kelak akan ada hasil yg tumbuh,"

Rabu, 05 November 2014

TRI (Tentara Rama Indonesia)

Surat Dunia.

"Simulasi perang, strategi, kesehatan, dan berani insyaallah menjadi bagian pelindung negara,"

Senyumnya tak pernah berubah. Bukan sering aku ukur juga jadi tahu berubah atau tidaknya, hhehe tapi aku selalu memperhatikan kebahagiaannya. Lho kok bahagia diperhatikan? Iya... supaya kita belajar itu orang lain saja memilih bahagia dengan keadaan mereka yang jauh dari standar kehidupan layak lalu kesedihan mana yang patut kita peluk erat-erat? Tidak ada. Tidak ada ruang untuk kita larut dalam bersedih.

Pertemuan waktu itu dengan Rama adalah cerita tentang cita-cita. Dengan ikhlas dan sederhana ia deskripsikan cita-citanya.
"Saya mau jadi tentara," ucapnya.

Ide jahil pun muncul di benakku, "Coba saya adalah musuh kamu, lalu kamu akan tembak saya di bagian mana?" Situasi mulai menegang.

Lalu Rama berpura-pura menembak. Dorr... pas kena HATI ku. Lho kok? Bukan itu, Rama berpura-pura menembak di bagian perut saya.

"Coba kita sedang ada di hutan dan kita berperang di semak-semak," situasi perang dimulai.

Rama ambil posisi tengkurap dengan kesiapannya memegang senjata untuk menembakku.

"Coba untuk mengumpulkan tenaga kita harus olahrag push up, shit up dan back up," ini lagi tes Rama. Hihihi.

Rama langsung melakukannya dengan cepat. Realitanya setiap anak punya mimpi besar bagi mereka. Walau mereka belum tahu sepenuhnya tapi dengan memiliki satu saja cita-cita di usia mereka itu lebih baik. Jujur, aku paling antusias dengan anak yang ketika ditanya cita-cita ia menjawab dengan cengengesan menyebutkannya, "hehehe Bu jadi pembalap," itu oke.

Walau realitanya adalah apakah nanti cita-cita itu tercapai? Biar proses yang menjawabnya. Rama saja berani menjadi tentara. Kalau kita? Berani bermimpi besar.

Seperti salah satu yang aku tuliskan di 100 mimpi. "Memiliki sekolah bagi kaum dhuafa, gerrraaatttiiisss".

Kenapa ya? Kok repot-repot mengurusi orang? Ini nih pertanyaan yang sedang menghadang. Di saat ada orang yang bertanya-tanya, "kok mau ngurusin orang? Kan ga ada uangnya? Wihhh tinggi banget mimpinya, yakin?"

Dan untuk ketidakmungkinan yang jadi anggapan orang semoga jadi kenyataan yang selalu aku doakan jadi kenyataan.

Buat Rama dan pasukan, kalian salah satu dari sahabat terbaikku untuk aku buka sadar, melek mata, bahwa kita bisa menembus ketidakmungkinan.

Terus maksimal, terus melangkah, terus sederhana. Nanti pertemuan kita di masa depan ya. Saat aku bertemu dengan kalian yang sukses. Sukes. Sukses.

#motivasi diri sendiri

Barisan Sajadah

Surat Dunia.

"Bahwa kecerdasan bukan hanya di atas kertas tapi juga cerdas untuk beribadah pada Allah dan mengendalikan emosi."

Arti nilai di kertas hanya torehan tinta warna guru atas keberhasilan kamu untuk menyelesaikan tugas demi tugas. Untuk bisa menikmati setiap prosesnya, itulah nilai yang sesungguhnya. Justifikasi cerdas dalam nilai akademik akan kalah dengan mereka yang memiliki spiritual dan emosional yang seimbang. Dan aku ingin berbagi satu kisah lagi tentang kelebihan yang berbalut kekurangan dari salah satu murid.

Dia adalah salah satu dari 19 murid di kelas. Setiap pagi dia pasti sudah datang ke sekolah. Bahkan lebih cepat dari kedatanganku. Aku mencoba datang lebih pagi lagi, tapi dia pasti sudah datang. Setiap aku datang, dia langsung berlari ke arahku dan memberi salam. Sambil membawa buku tugasnya lalu ia serahkan padaku. Selalu, dia adalah orang pertama yang mengumpulkan tugas. Setelah itu, dia masuk ke kelas untuk merapikan satu demi satu bangku dan ikhlas untuk membersihkannya dengan lap basah jika ada yang berbdebu. Dia adalah satu dari yang lain, yang paling bisa peduli akan sekitarnya. Dia membantuku saat kesulitan. Waktu itu aku mengangkat papan tulis yang lumayan besar. Aku kerepotan sendiri untuk mengangkatnya, tapi dia datang untuk memegangi sisi lain dari papan tulis, agar kita mengangkat bersama-sama. Dia adalah satu dari yang lain yang paling semangat untuk menulis. Padahal untuk bisa menulis masih ada beberapa huruf yang tertinggal. Dia tidak mau ketinggalan pelajaran. Dia selalu paling cepat dalam membaca dan menulis. Namun, tetaplah ia belum mampu untuk belajar mandiri mengerjakan sendiri. Pemahaman soal dan penulisan harus dilatih teratur. Untuk nilai ulangan masih banyak di bawah standar minimal. Tapi dia tetap semangat. Bagaimanapun keadaan nilainya, dia tetap jadi Deska yang bertanggung jawab dan peduli akan sekitarnya.
Yaa... kepedulian ini ditunjukan lagi ketika waktu shalat zuhur. Selalu, dia yang pertama meminta untuk mengaji,
"Bu, ngaji bu," pintanya.
Setelah mengaji, ia inisiatif mengambil air wudhu dan menuju ke mushola. Dan apa yang ia lakukan? Ia menyiapkan semua sajadah dan mukena teman-temanya. Ia keluarkan dari loker dan membariskannya satu persatu. Aku hampir ingin menangis, anak yang menjadi salah satu perbincangan djantara guru-guru karena nilainya tapi justru ia adalah satu yang buat kami sangat bangga. Ia mampu menunjukan bagaimana caranya untuk memiliki nilai positif bagi teman-temannya. Inilah kecerdasan Deska. Aku sangat yakin untuk mengatakan bahwa satu murid yang ini adalah murid yang cerdas. Semoga Deska, tetap semangat untuk melewati semester ini dengan membanggakan. Aku bangga....

"Dan yang masih menganggap cerdas itu karena nilai saja, semoga tetap kuat jadi orang intelektual saja. Karena yang seimbang adalah saat intekektual berpacu dengan spiritual kepada Allah dan kecerdasan emosional pada diri dan orang lain.

#latepost. Edisi takjub.

Terima "maaf" menarik "kasih"

Surat dunia.

"Mengatakan kata terima kasih dan maaf adalah salah satu cara untuk menenangkan hati,"

Banyak orang menyepelekan hal yang sederhana. Lebih memukul rata seluruhnya dengan ukuran yang lebih besar dan serba wah. Banyak orang yang hanya sadar dengan hal yang jumlahnya banyak dan terasa manfaatnya ketibang hal yang kecil dan mudah dilupakan. Aku pernah membaca sebuah kalimat, "kesalahanmu ingatlah sebagai pelajaran lalu ingat juga kebaikan orang lain walau hanya setitik tinta pulpen." Dan disini aku ingin berbagi betapa sebuah kata "terima kasih" menjadi balasan yang paling luar biasa sensasinya.

Saat itu, ketika masuk shalat zuhur Irsyad yang baru saja selesai wudhu menghampiriku. "Bu tolong kancing baju seragam saya dibetulkan," pintanya.

"Ayo..  Irsyad coba dulu ya sendiri," tantangan dariku.

"Susah bu," terangnya.

Lalu aku pasangkan kancing baju lengan kirinya. Ku beri tutorial mudah agar ia bisa mengikuti.

"Sekarang Irsyad yang coba," pintaku.

Ia berusaha untuk mencoba. Bulatan kancingnya perlahan bisa masuk ke lubangnya. Dengan perasaan senang Irsyad berkata seperti ini, " Syukron," dalam bahasa Indonesia artinya adalah "terima kasih "

Bahkan mereka tahu bagaimana caranya untuk membalas kebaikan orang lain walau itu tak berpengaruh besar padanya. Hanya menununjukan cara memasukan kancing bajunya. Namun bertahun-tahun akan diingat untuk bisa belajar mandiri mengancingkan sendiri.
"Terima kasih" adalah komunikasi yang menenangkan. Saat orang yang memberikan kata itu pada kita setelah kita sudah membantunya, bahkan telah terjadi saling menghargai satu sama lain. Kata sederhana ini membuat kita bisa saling mengerti kemampuan satu sama lain. Kata yang menjadikan kebaikan yang kecil menjadi berarti. Dan aku berusaha mempraktekkan itu. Mengucapkan sesering mungkin untuk setiap bantuan dan kebaikan.
bahkan aku ingin menjadi orang yang cepat mengucapkan terima kasih dengan tulus ikhlas. Jika setiap orang saja mampu menghargai satu sama lain maka pelangi yang berwarna dapat menjadi satu lengkungan yang indah. Maka perbedaan jadi satu penghargaan.

Dan tak mungkin setiap orang lepas dari kesalahan dan khilaf. Andai semua khilaf dapat berbicara, lalu berapa banyak yang harus diceritakan tentang diri kita. Andai saja kesempurnaan milik manusia maka manusia tidak pernah belajar dari kesalahnnya. Dan satu pengakuan yang terdalam atas kesalahan yang kita lakukan adalah, "Maaf..  itu salahku dan aku berjanji..."

Kata maaf. Kata yang sebenarnya sudah menjadi kata mahal untuk diucapkan. Mahal? Saking mahalnya sulit diucapkan.

Waktu Minggu pagi, saat aku pergi ke kampus. Tak sengaja ada angkot yang menabrak pengendara sepeda motor. Lalu kata yang pertama terlontar adalah,
"Woi... (dog) kenapa lu tabrak gue? Dasar supir bla bla bla bla," sejuta perkataan sejenis itu.

Lalu sang supir, "Eh sia... (bodoh) ga bisa naik motor, saya sudah ke sisi," sontak teriakan semakin menjadi saat satu sama lain merasa paling benar.

Dan coba salah satu ada yang bisa berkata demikian ,"Maaf yaa pak, lain kali hati-hati jika berkendara..."
Dan yang terjadi lebih turun untuk respon emosinya.

Dan kita yang sudah diberi kesempatan hidup lebih lama justru malu untuk mengucapkan maaf terlebih dahulu. "Ga etis dong, ah... dia yang salah," dan jutaan alasan yang membenarkan bahwa kita benar. Lalu bagaimana dengan kisah yang ini,

Siang hari, saat kelas sedang sibuk menulis PR, ada Safina yang mendekati temannya Wildan. Dengan percaya diri ia katakan pada Wildan, "Wildan mah cepat marah kalau diledek temen-temen,"
Dan Wildan yang tidak terima dengan perkataan Safina, mengambil buku Safina dan merobeknya.
Sontak Safina berteriak sambil menangis ,"Ibu.... bukuku sobek sama Wildan,"
Tak sampai disitu, Safina memukul Wildan dan Wildan membalasnya dengan tendangan. Alhasil, keduanya harus dipisahkan. Walau berat satu sama lain untuk mengucapkan "maaf" tapi satu uluran tangan dari Wildan ke arah Safina, lalu berkata "Maaf Fin," satu kata itu yang buat semuanya akan damai dan baik-baiknya. Setelah itu saling membuka ikhkas untuk memaafkan satu sama lain. Dan setelah itu, mereka bermain bersama-sama seolah tak ada apapun yang terjadi sebelumnya.

Lalu mau sampai kapan kata "terima kasih" dan "maaf" itu tertahan? Sampai kita lupa bagaimana caranya untuk mengucapkannya? Tidak menunggu keterlambatan untuk sebuah perubahan. Walau sederhana, anak-anak mengingatkan kita lewat dunianya.

#challange
Baru bisa aktivasi. Ini ada di blog kedua saya. Namun ini saya posting lagi ke blog utama. Terima kasih setia untuk membaca portal blog saya. Good luck with beloved.