Jumat, 31 Juli 2015

Ayah

Catatan broken home

"Ayah udah ga sama aku lagi. Ayah udah ga sama mama, ayah udah jauh banget,"

Sosoknya yang mungil dan cantik mengalahkan dugaanku. Aku gambarkan mereka dalam keluarga yang bahagia. Yang harmonis dan penuh canda tawa. Namun perceraian telah membentangkan jarak di antara mereka. Ayah dengan putrinya. Bahkan tak perlu lagi untuk saling menyembunyikan soal perceraian untuk putrinya, bahwa putri kecil mereka sudah paham bahwa ayah ibunya sudah tak bersama lagi.

Tiara, ia tetap tersenyum ketika ku tanyakan tentang keluarga kecil bahagia. Lalu inilah jawabannya.
"Keluarga itu ada papa, mama dan aku bersama,"

Sambil menggambar sosok papa mamanya. Seperti harapan kecil mulai terpancar.

"Keluarga itu ada dalam satu rumah."

Kalimat terakhir itu yang harus digaris bawahi. Ditebalkan kalau bisa. Tak ada yang ingin perpisahan. Bahkan seorang bayi pun tak ingin berpisah dengan bau ibunya. Tak ada yang menginginkan perpisahan jika pada akhirnya akan saling pergi dan berjauhan. Tak ada yang ingin berpisah jika pada akhirnya ada hati yang merindukan keduanya hadir kembali.

Terima kasih ya Allah.. Kau kirimkan banyak pelajaran penting yang harus aku serap setiap hari tentang menjalani hidup ini. Tentang anak-anak yang butuh dukungan dan tempat berbagi agar saling mencurahkan kesedihan mereka. Berbagi harapan mereka. Dan bahagia bersama mereka. Karena kita tak pernah bisa menerka masa depan mereka. Mereka yang bersedih saat ini bisa jadi adalah presiden negeri ini di masa depan. Mereka yang broken home saat ini bisa jadi adalah seorang pengusaha minyak dunia. Kita tak pernah tahu pasti. Dukung dan arahkan mereka, untuk berkarya dan berbahagia.

Sewajarnya

Sewajarnya.

Aku tahu hal yang melebihi dosis adalah hal yang buruk untuk tetap dilakukan. Aku tahu hal yang berlebihan bisa menjadikan kita kehilangan arah dan tak bisa objektif dalam segala hal. Aku tahu bahwa hal yang tinggi bisa mengajarkan kita berhati-hati agar tidak jatuh. Atau hal yang rendah mengajarkan kita untuk bisa terus meningkat. Aku tahu.. bahwa keramaian mengajarkan aku untuk bisa menempatkan kesunyian pada kadarnya dan sebaliknya menempatkan keramain untuk mencairkan kesunyian. Aku tahu.. bahwa semua yang berjalan pada jalurnya akan sampai dengan waktu yang pas dan tepat.

Itulah yang ingin aku gambarkan tentang kamu. Aku ingin bisa menemanimu dalam hal sewajarnya. Tanpa aku lebihkan karena aku takut hal yang buruk terjadi atau aku kurangkan. Aku ingin sewajarnya. Sesuai kemampuanku. Tak ada hal yang harus aku paksa padamu untuk bisa menjadi hebat dan luar biasa. Aku ingin bisa dengan sewajarnya. Perhatianku yang sewajarnya padamu. Karena yang aku tahu terpenting adalah aku bisa menjaga hatiku utuh dan tak hancur sedikitpun. Aku hanya ingin tetap menjaganya tetap tenang dan damai untukmu. Meski banyak hal yang bisa saja memalingkanku darimu. Tapi niatku adalah menjaga. Ku rasa itu cukup. Maka ketika ada orang lain yang bisa memberimu sangat spesial maka aku akan tersenyum dan berkata, aku hanya ingin menjaga hatiku untukmu. Maka aku ingin mencintaimu dengan sewajarnya. Tak harus aku datangkan pelangi indah dalam hidupmu karena akulah pelangi itu untukmu. Tak perlu aku bawa bulan agar sabitnya untukmu tapi akulah bulan terang indah untukmu. Maka izinkan aku bersamamu dalam sewajarnya. Tak aku istimewakan dan tak aku kesampingkan. Percayalah... aku hanya ingin menjaga hatiku.

Sabtu, 25 Juli 2015

Mom where are you go?


Mom where are you go?

Ketika aku lihat mereka pergi bersama mama mereka ke sekolah, ada kecewa di hatiku. Tak ada satu genggaman tanganpun yang mengantarku pergi ke sekolah.

Ketika bu guru tanyakan soal kamu, aku hanya diam lalu tersenyum tanpa aku tahu maknanya apa. Aku berfikir bahwa kamu sudah jauh sekali dariku.

Aku setiap malam belajar mah. Aku kerjakan semua PRku. Sesekali aku tanya pada nenek jika aku kesulitan. Tapi nenek tak tahu banyak mah.

Lalu ketika ulangan, ingin sekali mah. Aku tunjukan pada mama. Lalu aku bilang dengan bangganya, "aku dapat 100 dan ini buat mama," tapi mama tidak ada saat itu mah.

Ketika semua anak datang bersama orang tuanya mengambil rapor mereka. Aku bersama nenek mah. Aku mengambilnya bersama nenek. Dan bu guru juga sudah tahu kalau mama tak akan datang.

Mah... seandainya mama ada di sini. Lihat aku setiap hari. Temani aku nonton tv. Temani aku main. Lalu kita makan bersama. Shalat bersama. Tidur bersama dalam satu atap rumah. Aku senang sekali mah... aku ingin seperti itu. Ada kehadiran mama. Itu sudah cukup. Tak ada papapun tak apa mah. Aku tahu papa sudah pergi dan bahagia dengan keluarga barunya. Tapi aku mah... aku masih punya mama kan? Aku masih punya mama walau jauh. Walau sedang berjuang di kota buat cari nafkah untukku.

Aku masih punya mama kan? Mama yang setiap malam aku doakan kesehatannya. Setiap malam aku sebut nama mama dalam doa tidurku.
Aku masih punya mama kan?
Yang ketika pulang membawa banyak makanan dan mainan untukku. Lalu aku katakan semua temanku, "mamaku pulang aku mau main sama mamaku?"
Mah..  saat itu adalah yang paling aku rindukan. Mama dekat dengaku. Walau setahun sekali. Mama ada untukku.
tapi mah... mama tidak seperti biasanya. Mama tidak perhatikan aku lagi. Mama sibuk dengan handphone mama. Mama selalu di kamar. Aku ingin ajak mama main dan makan bersama denganku. Tapi aku takut mah.

Mama masih untukku kan? Ketika aku ingin dekat dengan mama. Mama katakan bahwa aku main saja sendiri. Lalu saat aku ingin bersama mama, katanya aku harus makan sendiri. Ketika aku mau main dengan mama, mama sibuk dengan urusan kerjaan mama. Ketika mama nonton tv, mama tertawa lepas, ketika aku datang dan ingin menonton bersama mama kata mama aku keluar saja main bersama yang lain.

Mah... mama masih mamaku kan? Kenapa yaa mama berbeda? Aku sangat merindukan mama. Mah... kenapa mama berkata keras padaku? Padahal aku ingin pujian dari mama. Ingin pelukan dari mama. Seperti mama temanku yang lain.

Mah... mama berikan aku uang banyak. Uang itu untuk sekolahku. Tapi aku ingin sebentar saja dengan mama. Ingin bisa bersama dengan mama. Ingin tetap bersama dengan mama sebelum mama pulang. Tapi...
Hmm... mah... apakah mama sudah nyaman tinggal disana? Di kota tanpa aku. Mama bisa bekerja dan mengirimkan uangnya padaku. Apa disana hidup mama sudah enak? Aku khawatir mah... malaikatku jauh dariku. Mah... aku khawatir kalau mama terlalu lelah bekerja. Aku khawatir mama jauh dariku. Aku khawatir mah... aku khawatir... aku selalu titipkan mama pada Allah. Semoga Allah tetap menyayangimu mah. Tetap menjagamu.

Mah... bolehkah aku bersamamu? Tapi... kau tak ingin mah, "udah ga usah kamu disini aja. Mama mau kerja,"
Terima kasih mah... sesibuk apapun mama, mama berjuang buatku. Ketika mama pergi dan meninggalkanku lagi, aku berdoa... kelak keluarga kita akan bahagia mah. Aku akan jaga mama sampai mama tua. Aku merindukan mama. Sehat terus ya mah...

Catatan ini saya dapatkan dari seoarang anak perempuan berusia 10 tahun yang rela jauh dari ibunya yang bekerja di kota. Berharap ketika pulang ia dapatkan kasih sayang yang sangat ia rindukan. Namun... seperti pungguk merindukan bulan. Seperti daun yang ditiup tak sampai langit. Bahwa kesibukan telah merenggut harapan anak ini. Semoga kita belajar untuk memberi perhatian walau sebentar saja untuk orang yang kita sayangi.

Catatan broken home
m*