Surat dunia.
Suratku kali ini adalah tentang perpisahan. Lebih menyakitkan dari kehilangan sahabat atau pacar sekalipun. Yakni kehilangan mama saat perceraian adalah jawaban terakhir dari sebuah keluarga.
"Satu muridku ini, Wahid sapaan akrabnya. Dia adalah murid yang sangat menyukai sepak bola. Coba kau tanyakan padanya tentang Neymar, dia paham betul sosok itu,"
Satu bulan ini Wahid banyak terdiam. Menatap ke luar jendela dan seperti ada satu hal yang ia fikirkan. Ketika aku datang dan menanyakan keadaannya, dia menggeleng dan memastikan semuanya baik-baik saja. Tak ada yang aku khawatirkan keadaannya selama dia masih mengikuti materi dan tugas dengan baik.
Sesekali dia datang padaku dan mendekat. Dia menunjukan satu hal yang tujuannya adalah ingin meminta penghargaan. "Bu bagus kan karyaku?"
Atau dia datang padaku untuk bertanya soal ,"Club Liverpool ibu tau kan?"
Pernah saat itu juga, dia datang untuk memastikan aku ingat hari terpenting dalam hidupnya,"Bu hari ini aku ulang tahun bu,"
Dia adalah satu diantara yang lain yang paling dewasa. Dia bisa mengontrol dan menurunkan emosinya. Dia bisa beraktivitas lebih gesit dari yang lain.
Tapi satu yang tidak disukai, "Bu aku ga mau nyanyi ah," tolaknya. Padahal ada tes seni budaya untuk pengambilan nilai tes menyanyi dan hingga saat ini nilainya kosong. Saat semua anak menyukai lagu untuk praktek tapi yang satu ini sibuk dengan dunianya. Kadang ia berjalan-jalan dan tidak menperdulikan penjelasan gurunya saat pelajaran. Dan mengapa itu terjadi??
"Mama tidak pernah bernyanyi untukku," jawabnya ringan.
Mama... ketika aku masih kecil mama adalah sosok yang selalu berlagu sebelum tidur. Bahkan mama yang mengajariku lagu-lagu bahasa Jawa karena aku adalah keturunan Jawa. Lalu ayah yang selalu bernyanyi dengan lagu yang sama tapi tak pernah bosan mendengarnya. Tapi Wahidku saat ini kehilangan waktu yang menyenangkan untuk bernyanyi. Bukan karena tidak mau, tapi tidak ada yang mencontohkan. Dan sosok yang paling dekatpun tidak pernah mencontohkan indahnya nyanyian anak-anak.
"Bu ini PR caranya gimana?" Tanyanya.
Mengapa dia selalu sibuk menanyakan cara PR nya? Karena tak ada yang mengajarkan di rumah. Ada ayah yang fokus pada pekerjaan rumah tangga dan ibu yang sibuk berkarier. Berbeda dengan temannya yang lain yang bisa mendapat 100 karena PRnya dibimbing orang tua.
"Wahid sayang.. "
kataku dalam hati. Aku masih belum percaya saat ayahmu datang dan mengatakan bahwa perceraian adalah hal yang akan kamu hadapi. Bahwa broken home, keluarga yang tinggal sebagian dan hati yang akan semakin kesepian.
Ya.. kamu kesepian nak. Kamu berusaha menutupinya. Seolah kamu baik-baik saja. Apapun yang terjadi, tetaplah sayang pada mama dan papa yaaa sayang.
"Bu, saya titip wahid yaa... perhatikan dia.. dia butuh sosok ibu yang perhatian. Dan saya mohon, agar Wildan tidak disinggung tentang keluarga," pinta ayahnya.
Wahid... kamu tetap jadi Wahid yang luar biasa, sabar ya nak. Fokus yaa nak... apapun yang sedang kamu hadapi masih ada ibu, guru-guru, teman-teman dan kamu masih bisa bermain bola. Itu yang sangat kamu sukai. Kamu bisa!
Tertanda
Teman baik Wahid.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar