Senin, 11 Juli 2016

Karena bersama bukan hanya tentang menjadi satu

Sebuah hubungan hingga menghabiskan waktu bersama hingga menua dan tutup usia bukan hanya karena ingin menjadi satu namun lebih dari itu.

Jika melihat kakek nenek kita yang menua dan bahagia, lalu berkumpul dengan cucu dan cicitnya, bercanda tawa, bercerita perjalanan hidup mereka, sambil duduk di teras dengan teh hangat yang manis mengisahkan manisnya kebersamaan mereka.

Kisah ini saya tulis dari seorang nenek. Beliau bukan nenek kandung saya namun keluarga kami sering berkunjung ke rumahnya. Sekilas saya ulas soal almarhum kakek, suami beliau. Tampak binar matanya menjelaskan lebih banyak dari cerita yang ia kisahkan. Masih ada cinta yang tak akan pernah hilang dalam perjalanan hidupnya. Dan masih ada harapan untuk bisa bersama dengan kakek (suatu hari nanti).

"Nenek selalu merasa beruntung bisa berjodoh dengan kakek. Dalam pernikahan yang sederhana. Nenek tak menyandarkan banyak keinginan pada kakek. Nenek hanya ingin berumah tangga dan bahagia bersama kakek. Siapa bilang hidup nenek dan kakek selalu mulus, berkali - kali kami harus pindah rumah bahkan pindah kota untuk mencari nafkah. Kakek bukan orang berada dengan segala harta dan tahta tapi kakek adalah pekerja keras. Kakek rajin dan tak banyak mengeluh. Pernah kami berdua harus pergi ke desa untuk menjadi buruh tani. Namun kami tak merasa malu dan ragu untuk berjuang bersama. Pernah kakek berdoa untuk nenek, ingin membangun rumah yang luas untuk berkumpul semua keluarga besar nantinya. Dan inilah rumah yang kakek bangun untuk keluarga besar berkumpul. Tapi tak mudah untuk bisa bersama dalam keterbatasan ekonomi kami. Kami berusaha untuk mensyukuri apa yang kami dapatkan. Pernah kami berdua berjualan celengan tanah liat untuk bisa makan dan mencukupi kebutuhan pokok lainnya. Nenek tak pernah malu dan ragu untuk mendampinginya. Bagi nenek, bersama kakek adalah pilihan yang tepat. Jika nenek dan kakek hidup dalam serba kemudahan, nenek tidak pernah belajar arti kakek untuk nenek. Ujian demi ujian dalam kebersamaan kami silih berganti, bencana alam banjir yg hampir mengancam nyawa nenek, kecelakaan kakek saat jadi supir yang mengakibatkan kesulitan berjalan normal, hingga nenek harus ditinggal kakek merantau menjadi buruh kelapa sawit selama 15 tahun. Nenek tak pernah menyesal sedikitpun telah bersamanya. Bagi nenek, semua usaha kakek adalah nafkah kebahagiaan lahir dan batin bagi nenek dan keluarga. Hingga saat ini nenek rindu kakek. Sangat rindu. Begitupun 3 putra dan 2 putri kami. 6 cucu kami dan 1 cicit kami. Kami semua sangat rindu kakek. 3 tahun lalu kakek meninggal karena sakit TBC. Bakteri mycobacterium telah menggerogoti paru - paru kakek. Nenek tetap mendampingi kakek. Hingga satu permintaan terakhir kakek, kakek ingin sekali bubur kacang hijau. Sambil menangis nenek berlari ke luar RS dan mencari tukang bubur kacang hijau. Entahlah nenek hanya bisa melakukan itu. Hingga nenek datang dengan semangkuk bubur kacang hijau, kakek sudah tak bernafas lagi. Nenek tidak pernah menyesal sedikitpun telah bersama kakek. Nenek percaya setiap kehidupan nenek ada ridho kakek yang mengiringi. Sampai saat ini, setiap hari peringatan kematiannya nenek selalu buat bubur kacang hijau dan dibagikan kepada banyak orang. Nenek tidak pernah malu jikalau suami nenek buruh tani sekalipun bagi nenek, kakek sedang berjuang demi nenek,"

Sambil mengusap air mata. Nenek menghela nafas panjang. Matanya tak henti mengucurkan air mata.

"Nak.. Kita berhak untuk menerima takdir jodoh kita. Bukan hanya tentang pernikahan dan hidup bersama. Lebih dari itu. Bahkan jika kita menerima kelebihan dan kekurangan pasangan kita. Kita akan bangga akan kehadirannya. Ingat nak, tak ada yg sempurna di dunia ini. Jadilah wanita yang menguatkan. Jadilah istri yang menguatkan suami. Karena kebahagiaan bukan hanya soal menjadi bersama namun tetap bertahan sampai kita menua dan tutup usia,"

Berjanjilah untuk tetap bertahan bersama dalam segala keadaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar