Rabu, 07 Januari 2015

Safinah Tunnazah,

Surat dunia.

"Kita harus belajar bahkan dari arti sebuah perpisahan,"

Hari ke 3 semester dua.
Putri kecilku yang selalu memperhatikan penampilanku mulai dari pakaian, bross kerudung hingga make up. Putri kecilku yang begitu polosnya berkata, "ibu Eka genit masa pakai eye shadow." Putri kecilku yang membuat suasana kelas menjadi cair dan hangat. Berlarian kesana kemari mengajak teman-temannya bermain. Putri kecilku yang mudah menangis saat alat tulisnya hilang dan tidak diketemukan. Putri kecilku yang tidak mau menulis dan lebih memilih duduk menatap ke luar jendela. Putri kecilku.... yang setiap pagi bersama sepeda keranjang diantar oleh mama tersayang. Putri kecilku..... yang setiap pagi membawa kue muffin berlambang bendera negara. Ahhh... sungguh kamu telah menjadi putriku setiap hari. Ingatkah saat aku bercerita tentang bagaimana kupu-kupu menjadi sangat indah dengan meramorfosisnya? Atau ingatkah saat kita belajar mendata banyak tanaman di luar kelas? Atau kita bersama mengelap meja yang kotor satu persatu?

Sayang.... sudah banyak yang telah kita lakukan bersama. Terekam jelas saat senyum, tangis, marahmu, tawamu dan sedihmu dalam ingatanku.

Sayang, saat mamamu berpamitan padaku untuk mengambilmu dariku, saat itulah aku sadar. Bahwa sebuah pertemuan akan ada perpisahan. Mengapa begitu cepat? Mengapa aku belum sempat memperbaiki diriku menjadi ibu guru terbaik bagimu tapi kamu harus pergi dariku?

Sayang... maafkan ibu gurumu ini, kadang amarah tercurah untukmu. Kesal atas kurangnya kesabaranku. Maaf sayang, bahkan aku belum memberi kenang-kenangan untuk kepindahanmu. Tapi semoga doaku dan doa semua teman-temanmu membahagiakan kamu di sekolah yang baru. Kita jumpa nanti ya sayang, maaf ibu gurumu yang ini cengeng bahkan menangis di depan matamu.

Peluk ciumku untuk putriku tersayang, Safinah Tunnazah.p